Kesenian Barongsai mulai populer di zaman Dinasti Selatan-Utara (Nan Bei) tahun 420-589 Masehi. Kala itu pasukan dari raja Song Wen Di kewalahan menghadapi serangan pasukan gajah raja Fan Yang dari negeri Lin Yi. Seorang panglima perang bernama Zhong Que membuat tiruan boneka singa untuk mengusir pasukan raja Fan itu. Ternyata upaya itu sukses hingga akhirnya tarian barongsai melegenda.
Tarian Singa terdiri dari dua jenis utama yakni Singa Utara yang memiliki surai ikal dan berkaki empat. Penampilan Singa Utara kelihatan lebih natural dan mirip singa ketimbang Singa Selatan yang memiliki sisik serta jumlah kaki yang bervariasi antara dua atau empat. Kepala Singa Selatan dilengkapi dengan tanduk sehingga kadangkala mirip dengan binatang ‘Kilin’.
Gerakan antara Singa Utara dan Singa Selatan juga berbeda. Bila Singa Selatan terkenal dengan gerakan kepalanya yang keras dan melonjak-lonjak seiring dengan tabuhan Gong dan Tambur, gerakan Singa Utara cenderung lebih lincah dan penuh dinamika karena memiliki empat kaki.
Satu gerakan utama dari tarian Barongsai adalah gerakan singa memakan amplop berisi uang yang disebut dengan istilah ‘Lay See’. Di atas amplop tersebut biasanya ditempeli dengan sayuran selada air yang melambangkan hadiah bagi sang Singa. Proses memakan ‘Lay See’ ini berlangsung sekitar separuh bagian dari seluruh tarian Singa.
Tepatnya hari Rabu 4 Pebruari 2009 mempertontonkan kepiawaiannya di sepanjang Jl. Mangga dan Jl. Manggis Bantaeng. Para penari Barongsai dengan gerakan Singa, berhasil memukau para penonton dari kalangan masyarakat luas. Pementasan berupa pawai di jalanan sepanjang ruas Pusat Pertokoan Bantaeng dimulai di bagian selatan Jl. Mangga Bantaeng yakni di Toko Victor Motor. Selanjutnya para penari Barongsai beserta kru Gong dan Tambur memasuki Toko demi Toko dan mencari Amplop Merah yang lazim disebut Angpao. Jumlah nominal isi Angpao biasanya tergantung kepada tingkat ekonomi masing-masing keluarga. Keluarga sederhana sering kali memberikan goceng-ceban (Rp 5.000-Rp 10.000), sementara keluarga mapan yang berkelas memberikan noban-goban (Rp 20.000-Rp 50.000).
Kegiatan ini banyak menyita perhatian masyarakat Butta Toa mengingat untuk pertama kalinya Barongsai muncul di Bantaeng. Kerja sama yang dilakukan antara Etnis Tionghoa dan Para Pelaku Seni serta Pemerintah Kabupaten Bantaeng dengan mendatangkan Barongsai mendapat tanggapan hangat dari berbagai pihak. Ini terlihat dengan macetnya ruas Jl. Mangga, sehingga arus kendaraan yang akan melintasi Pusat Pertokoan terhenti total mengingat badan jalanan digunakan untuk pawai Barongsai. Tidak kurang dari para penonton berpendapat bahwa kegiatan ini memberikan nuansa baru sebagai pencerminan ikatan yang kuat antara Etnis Tionghoa dan Kaum Pribumi. Masyarakat Penghuni Pertokoan yang telah lama mendiami Bantaeng telah amat menyatu dengan masyarakat Bantaeng pada umumnya. Di satu sisi Tionghoa berperan besar dalam mengembangkan dan memacu Roda Perekonomian di kota ini, sementara masyarakat Bantaeng merasa amat terbantu dengan kehadirannya dalam menyediakan berbagai kebutuhan sehari-hari.
Sebagian di antaranya berpendapat, bahwa kehadiran Barongsai juga menjadi ajang hiburan bagi masyarakat Bantaeng yang haus akan hiburan. Bahkan ada pula yang menjadikannya sebagai ajang pengalihan perhatian, di mana akhir-akhir ini sejak 2 tahun silam Bantaeng kerap menghadirkan pawai Kampanye dan Publikasi para Pelaku Politik yang berniat menjadi Pemimpin dan membutuhkan simpati yang besar dari masyarakat.
SUKSES BUAT KAMU, sebuah ungkapan yang tak lain adalah arti dari Gong Xi Fa Cai. Merupakan salah satu istilah dari sekian banyak istilah lainnya dalam memperingati Hari Raya Imlek bagi Etnis Tionghoa dan para penganut agama Kong Hu Chu. Selain Gong Xi Fa Cai dikenal pula Gong Hei Fat Choi, Gung Hay Fat Choy, Khung Xie Fat Jay dan Khiong Hie Fat Choy!.
Kegiatan serupa akan dilanjutkan lebih meriah di Gedung Olah Raga (GOR) Mallilingi Bantaeng, demikian diungkapkan pihak panitia setelah dikonfirmasi Tim Ambae.exe bersamaan dengan pawai Barongsai di Jl. Mangga Bantaeng. Dion (salah seorang dari pihak panitia) juga mengutarakan harapannya ke depan untuk memasyarakatkan budaya Tarian Barongsai di Bantaeng. Dan menurutnya, Barongsai harus menjadi cambuk bagi kalangan muda Bantaeng untuk memacu daya kreatifitasnya dalam mengembangkan seni dan budaya yang dimiliki daerah ini dan tidak tertinggal dari budaya lainnya. Salah satu bentuk seni dan budaya yang dimaksudkan adalah Sinrilik, Pakacaping, Rabbana, Ganrang Bulo dan masih banyak lagi. Semoga harapan tersebut segera terwujud dengan adanya keinginan yang kuat dari kalangan muda pelaku seni dan budaya serta dukungan dari pihak-pihak berkepentingan terutama Pemerintah Kabupaten Bantaeng.
0 komentar :
Post a Comment
Your comments are inputs for our