PILKADA Bantaeng makin memanas memasuki Masa Tenang. PILKADA ntar lagi, tanggal 25 Juni 2008 di depan mata. Harapan masyarakat Bantaeng smoga proses Demokrasi yang sementara bergulir dalam memilih pemimpin yang akan membawa Bantaeng 5 (lima) tahun ke depan dapat menjadi proses pembelajaran bagi masyarakat dalam berpolitik dengan terciptanya PILKADA yang damai. PILKADA diidentik
Untuk menenangkan pikiran setelah sekian lama, sekian hari selama 2 minggu berturut-turut masyarakat diganggu oleh Kampanye. Kini saatnya MASA TENANG. Para Tim Kandidat sepakat untuk menenangkan masyarakat dengan kesediaannya membersihkan segala Atribut/Alat Kampanye. Tentu saja ini menjadi acuan bahwa kesadaran mereka masih ada.gitu bang, jangan cuma Kampanye melulu, pikirkan juga ketenangan.
Namun dalam perlombaan itu, yang namanya politik selalu terbentur pada ketidak serasian antara keinginan untuk memimpin dengan penerapan kaidah maupun norma yang berlaku dan mengikat tiap insan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Segala cara ditempuh dalam mewujudkan impian seorang Calon Bupati maupun Wakil Bupati. Bahkan tak kurang dari mereka menggunakan cara kekerasan kecurangan, pembodohan publik dan perilaku mengadu domba. Kalo masyarakat dianggap DOMBA maka calon pemimpin tersebut adalah CAPI.
Sebagian menganggap pertarungan tersebut merupakan ajang balas dendam, ajang unjuk gigi, ajang unjuk kekayaan, ajang unjuk kekuatan dan sebagainya. Masyarakat yang fanatik tentu ikut mempertahankan sikap fanatisme dalam dirinya. Sementara para Calon mungkin saja cuman diam, ketawa, bahkan cuek dengan sikap masyarakat. Apalagi kalo uda terpilih nantinya, masyarakat yang menjadi pendukungnya habis diabaikan. Yach itulah politik, kalo tidak kotor bukan POLITIK.
Anggaplah seorang tukang becak, tukang kayu, tukang tipu, tukang tadah, tukang tidur dan tukang dongeng. Kalo pun Calon Bupati yang menjadi pilihannya terpilih, kecil kemungkinan mereka dapat berubah NASIB. Yang tadinya kerja kuli nantinya akan jadi kuli juga. Karena janji hanyalah sebatas janji. Tadinya rajin mengunjungi Masjid, jalan ke desa-desa, mendatangi rakyatnya dengan berjalan kaki, itu semua karena keinginan untuk dipilih sebagai daya pikat pada masyarakat. Setelah terpilih nanti, entahlah.
Tapi smoga aja apa yang menjadi tradisi para pemimpin terdahulu tidak terulang lagi di era berikutnya, AMIN YA RABBAL ALAMIN.
0 komentar :
Post a Comment
Your comments are inputs for our